Rabu, 28 Januari 2009

The Life of Street Children

Menjadi seorang anak jalanan, jelas bukanlah suatu cita-cita yang diidam-idamkan setiap orang, namun merupakan sebuah keputusan yang lahir karena keterpaksaan. Latar belakang minimnya faktor ekonomi dan keluarga yang tidak harmonis, untuk saat ini disinyalir masih menjadi faktor utama yang membuat mereka lari ke jalan. Saking sumpeknya batin mereka karena melihat keluarga yang tidak harmonis dan mungkin juga karena mereka sudah tidak tahu lagi harus berlari kemana, maka jalananlan yang menjadi opsi utama untuk mereka. Selain bisa mencari uang untuk bisa survive, mereka juga bisa mendapatkan kebebasan.
Pada dasarnya yang mereka inginkan hanya sebuah pengakuan dan kebebasan, namun dalam kehidupan masyarakat kita seringkali hanya menganggap mereka sebagai perusak pemandangan.

Bagi manusia yang normal, jalanan bukanlah tempat yang aman. Bukan berarti saya merasa lebih normal dari mereka, bukan berarti juga saya mengganggap mereka tidak normal. Namun, mari kita bayangkan bersama-sama. Untuk anak-anak, yang bisa dikatakan belum tau untung rugi, laju kendaraan yang lalu lalang itu kan amat sangat berbahaya. Kalau tidak hati-hati, bisa saja mereka terserempet atau malah tertabrak. Belum lagi, mereka harus menerima teror psikis yang begitu luar biasa. Baik berbentuk penolakan, ejekan, makian, bahkan mungkin pelecehan,dan mereka juga harus bersinggungan secara langsung dengan kerasnya kehidupan di jalanan dan yang secara perlahan hal tersebut akan terekam dalam ingatan mereka, dimana hal tersebut akan membentuk perilaku dan kepribadian mereka yang mungkin akan terbawa sampai generasi di bawahnya.

Badi adalah salah satu anak jalanan yang sering mangkal di daerah selokan UGM. Dia masih duduk di bangku Sekolah Dasar, ibunya buka warung kecil. Namun karena minimnya ekonomi di keluarganya maka ia memutuskan menjadi peminta-minta di lampu merah Selokan UGM guna membantu ibunya, untuk biaya sekolahnya dan adik-adik. Menurut ceritanya, pagi hari ia sekolah dan setelah itu biasanya dia mangkal di sana.
Badi adalah salah satu contoh anak jalanan yang turun ke jalan karena alasan utamanya adalah faktor ekonomis. Tapi masih selain dia lebih banyak lagi yang turun ke jalan karena faktor keluarga. Saya tidak hafal siapa saja namanya, namun kebanyakan mereka lari karena mereka tidak betah di rumah. Ada yang karena sering dipukulin, ada juga yang orang tuanya bercerai dan kawin lagi, dan masih banyak lagi.

Mereka kadang bisa menghabiskan waktunya sepanjang hari di jalanan. Dan karena itu pula, pola pikir mereka mulai terbentuk, seperti saat mereka dilarang melakukan sesuatu bagi mereka malah seperti disuruh. Mungkin hal tersebut tidak hanya terjadi pada mereka, saya akui seringkali saya juga tanpa sengaja melakukan hal tersebut :p. Sebenarnya disini yang ingin saya tekankan adalah bahwa lingkungan sanyat mempengaruhi perilaku kita.

Mereka mempunyai gaya berdandan sendiri, mungkin dengan berdandan kusut dan kumal mereka akan mendapat belas kasihan lebih dari orang-orang, dan mereka berpandangan kalau mereka mernggunakan pakaian yang bersih dan rapi itu justru akan mengancam diri mereka sendiri. Karena dengan berpakaian seperti itu orang-orang tidak akan tersentuh hatinya.

Musik merupakan suatu media untuk meciptakan ruang bagi mereka untuk bersuara dan dapat digunakan sebagai alat untuk memberdayakan dirinya. Selain untuk mencari sesuap nasi, bermain musik juga dapat dijadikan alat untuk membangun solidaritas. Dalam kesempatan-kesempatan tertentu mereka seringkali memainkan musik secara bersama-sama dan di waktu inilah mereka biasanya menyuarakan pandangan dan aspirasi mereka.
Biasanya yang mereka suarakan merupakan satu kritik terhadap masyarakat yang mengalami menutup mata melihat yang ada disekitarnya.

Diluar kekurangan dan keterbatasan mereka, mereka masih manusia yang sama seperti kita. Dimana mereka mempunyai harapan, perasaan dan hak-hak yang sama juga.

Tidak ada komentar:


ShoutMix chat widget